#KawanPajak, jika memiliki sepeda, baik untuk alat transportasi, olahraga, atau hobi, silakan memasukkannya ke dalam daftar harta di SPT Tahunan dengan kode harta 041.
Selamat bersepeda di akhir pekan dan sehat selalu. pic.twitter.com/rCcc41LAMV
— #PajakKitaUntukKita (@DitjenPajakRI) February 21, 2021
Di SPT sepeda dilaporkan di bagian harta akhir tahun bagian B tepatnya. Jadi nanti goweser bisa lapor saat mau bikin SPT ya.
Tapi netizen ada yang ‘curiga’ dengan postingan Ditjen Pajak ini, mereka khawatir pajak bakal dikenai pajak alias peneng seperti berpuluh-puluh tahun lalu.
Sepeda dulu dicabut pajaknya karena sudah dianggap bukan barang yang mewah lagi. Tapi dengan harga sepeda yang bisa ratusan juta apakah masih relevan kalau disebut bukan barang mewah?
Wacana pajak buat sepeda ini sempat muncul juga beberapa lalu, sampai-sampai Kemenhub harus komentar tahun lalu. Juru bicara Kementerian Perhubungan RI, Adita Irawati menjelaskan bahwa Kementerian Perhubungan tidak sedang merancang aturan penerapan pajak bagi pesepeda. Melainkan tengah merancang peraturan menteri soal keselamatan pesepeda.
Yang mana dalam aturan itu nantinya akan mencakup soal perlindungan bagi para pesepeda, baik saat malam ataupun siang. Misalnya, soal jalur mana saja yang boleh dilalui pesepeda, larangan bersepeda bergerombol dan lainnya. Adita juga menyampaikan bahwa di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sepeda dikategorikan sebagai kendaraan tidak bermotor sehingga pengaturannya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Sementara itu menurut Herry Prapto, pegawai Direktorat Jenderal Pajak di situs Ditjen Pajak, pengenaan pajak terhadap sepeda yang saat ini berlaku adalah ketika terjadi transaksi pembelian sepeda.
Sebagaimana diketahui, sepeda merupakan barang kena pajak yang merupakan objek PPN. Maka, apabila seseorang membeli sepeda di sebuah toko dalam negeri, maka pembeli akan dikenakan PPN dengan tarif sebesar 10 persen dari harga jual.
Jika pembeli melakukan pembelian dari luar negeri (impor), selain PPN 10%, maka pembeli juga dikenakan bea masuk atas pembelian sepeda tersebut.
Ketentuan bea masuk sepeda atau barang impor lainnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK010/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak Atas Impor Barang Kiriman. Ketentuan ini menyebutkan bahwa untuk setiap barang impor yang bernilai US$3 atau lebih dikenakan bea masuk sebesar 7,5 persen dari harga jual.
Dalam hal pembeli sepeda membawa sendiri sepedanya dari luar negeri, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam PMK-203/PMK.04/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkutan.
Dalam beleid itu, barang pribadi penumpang dengan nilai pabean paling banyak FOB US$500 per orang untuk setiap kedatangan diberikan pembebasan bea masuk alias gratis. Namun, jika nilai sepeda yang dibeli lebih besar dari US$500, maka pembeli akan dipungut bea masuk sebesar 10 persen dari nilai pembelian dikurangi US$500.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa negara tidak memungut pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan atas sepeda. Artinya, berbeda dengan kendaraan bermotor, pemilik sepeda tidak diwajibkan membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) setiap tahunnya oleh pemerintah provinsi.
Bagaimana dengan pemilik toko sepeda? Apakah kena pajak juga? Pada prinsipnya, semua wajib pajak baik orang pribadi maupun badan usaha yang menerima penghasilan (yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun) diwajibkan untuk membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan sistem self assesment yang dianut Indonesia, negara memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk berinisiatif mendaftarkan dirinya untuk mendapatkan NPWP, menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak terutang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Bagi wajib pajak yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak juga diwajibkan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang.
Dengan kata lain, kewajiban perpajakan di Indonesia hampir mengenai seluruh wajib pajak, tak terkecuali pengusaha usaha dagang (pedagang) dan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Pedagang yang memiliki peredaran bruto (omzet) maksimal Rp4,8 miliar tetap membayar pajak.
Jadi kalau sekedar lapor saja kalau punya sepeda, oke sih ya….