17/04/2024

Sekarang kita bisa melihat sepeda dipakai siapa saja, mulai dari anak-anak hingga dewasa, dan tak mengenal gender. Pria dan wanita bisa mengendarainya. Tapi siapa sangka dari sepeda bisa mengubah wanita. Ya, dunia mulai berubah ketika wanita pertama kali menaiki sepeda.

Sepeda berkembang pesat di seluruh dunia pada tahun 1890-an sebagai terobosan moda transportasi yang terjangkau. Harganya jauh lebih murah sekitar $ 3-15 dan jauh lebih murah menggunakannya ketimbang kuda atau kereta daripada kereta ($ 150 ), apalagi mobil( $ 750). Pada masa itu, membeli sepeda merupakan teknologi besar pertama untuk transportasi pribadi yang terjangkau.

Dulu sampai awal 1900-an, wanita terbatas hanya pada ramah domestik. Pada masa itu wanita tak terlibat dalam hal-hal formal seperti bisnis, politik, atau pendidikan.

Seperti yang disebutkan dalam Unmentionable: The Victorian Lady’s Guide to Sex, Marriage, and Manners oleh Therese Oneil, tugas wanita saat itu hanya memasak, membersihkan, merawat anak-anak, dan umumnya tidak meninggalkan rumah kecuali dikawal laki-laki dalam hidup mereka, apakah itu suami atau ayahnya.

Naik Sepeda, Me Time ala Britney Spears

Tapi itu tidak bertahan lama ketika ada mode perjalanan sederhana seperti sepeda muncul. Dan dari sepedalah wanita awal abad kedua puluh mulai bermetaforsa. Ini maksudnya wanita tak bisa lagi diabaikan karena mulai memahami bagaimana kehidupan di luar rumah dijalani, wanita bisa mengadvokasi diri mereka sendiri.

Gaun tradisional Victoria mati ketika sepeda secara drastis mengubah pakaian wanita. Bayangkan bagaimana mungkin mengendarai sepeda yang dilengkapi rok korset, bustle, dan rok panjang. Cukup mustahil bukan?

Kemunculan sepeda mengganti gaya berpakaian untuk wanita. Mereka mulai mengenal celana pof, celana sepanjang lutut yang longgar yang dikenakan tanpa rok dan dipanjangkan sampai sedikit di bawah lutut.

Hirup Udara Bebas, Vanessa Angel Ajak Gowes Malem-malem

Saat itu sangat memalukan karena seorang wanita memamerkan kakinya, bahkan bentuk betisnya. Kemudian ada juga korset olahraga baru yang tidak terlalu ketat ketimbang korset tradisional, tetapi juga memberikan banyak dukungan ke punggung. Ini membuktikan perempuan tidak bisa sepenuhnya menyerah pada aspek-aspek tertentu dari kode berpakaian.

Sebenarnya untuk busana era Victoria itu lebih ke moral. Orang-orang Victoria memakai berlapis-lapis pakaian karena secara moral tidak patut jika menunjukkan bagian tubuh, atau bahkan sekadar isyarat tubuh Anda.

Tak hanya dalam mengubah gaya berpakaian, saat itu timbul tuduhan bersepeda sebenarnya sangat buruk bagi wanita dalam banyak hal, tetapi terutama untuk kesehatan mereka.

Bersepeda katanya bisa menyebabkan kelelahan fisik. Dokter A. Shadwell mengklaim sepeda dapat menyebabkan depresi. Bahkan akan menyebabkan sesuatu kondisi yang disebut “wajah sepeda.”

Dalam Literary Digest pada tahun 1895 kondisi medis ini ditandai “kulit yang memerah, tetapi terkadang pucat, seringkali dengan bibir yang kurang lebih tertarik, dan awal dari bayangan gelap di bawah mata, dan selalu dengan sebuah ekspresi keletihan.

“Sumber-sumber lain mengatakan wajah sepeda melibatkan” rahang yang keras dan mengepal dan mata yang menonjol. ”

Tak hanya itu, bersepeda juga disebut-sebut membuat wanita agresif secara seksual. Kursi sepeda yang tanpa bantalan itu membuat kelamin menyentuh langsung sehingga berpotensi rangsangan seksual.

Banyak orang meragukan seorang wanita yang mengangkangi kursi sepeda dan mengalami guncangan serta getaran di jalan, atau secara sosial, seperti sepeda memberi wanita kebebasan untuk melarikan diri dari orang tua dan pendampingnya.

Tapi, sebagian besar “diagnosis” dan perubahan tidak nyaman ini dengan cepat dihapus. Ketika semakin banyak wanita mulai mengendarai sepeda dan dunia menyadari manfaat obyektif dari bersepeda untuk semua orang

“Izinkan saya memberi tahu Anda apa yang saya pikirkan tentang bersepeda,” kata Elizabeth Cady Stanton kepada seorang reporter pada tahun 1896. “Saya pikir itu telah berbuat lebih banyak untuk membebaskan wanita daripada hal lain di dunia.”

Sepeda sering berfungsi sebagai simbol emansipasi wanita. Sepeda memberi perempuan kekuatan kebebasan relatif, mobilitas, dan kemandirian.

Bersepeda benar-benar menunjukkan kepada wanita bahwa mereka bisa keluar dan melakukan hal-hal yang dilarang selama berabad-abad.

Dan dengan meluasnya adopsi bersepeda pada pria dan wanita, mendorong semua orang untuk ikut balapan dan mencoba membuat beberapa rekor luar biasa. Ada minat yang sangat besar pada balap sepeda wanita karena aksesibilitasnya bagi masyarakat umum.

Pada saat itu, balapan sepeda putra cukup panjang selama enam hari yang berlangsung selama 24 jam penuh per hari. Karena wanita dianggap jauh lebih lemah ketimbang pria, wanita tidak diizinkan berkompetisi dalam peristiwa besar ini, seperti yang dilaporkan The Guardian.

Sebagai gantinya, wanita diizinkan balap sepeda selama dua atau tiga jam sehari selama beberapa hari. Ironisnya, pemendekan waktu perlombaan ini memicu minat besar untuk mengikutinya.

Para wanita pada waktu itu berlatih secara serius sebagai atlet dan bahkan menjadi pencari nafkah untuk keluarga mereka, namun masyarakat masih menuntut mereka menjadi feminin. Untuk sementara, wanita diminta berlomba dengan menggunakan rok melingkar.

Titi Rajo Bintang bersepeda road bike

 

Tapi para wanita menolaknya. Mereka menanggalkan semua pakaian mereka yang dianggap berlebih, sebagai gantinya memilih tipe pakaian yang lebih pas karena mereka tidak mau mengekspose lengan dan kaki mereka.

Salah satu contoh sepeda menawarkan kebabasan pada wanita seperti yang dilakukan Annie Londonderry, wanita yang mengelili dunia dengan sepedanya. Perjalanannya 7.000 mil memakan waktu lima belas bulan untuk menyelesaikannya (walaupun juga menggunakan kereta api dan feri).

Menurut Around the World on Two Wheels: Annie Londonderry’s Ride oleh Peter Zheultin, Londonderry melakukan perjalanan, untuk menyelesaikan taruhan ketika beberapa pria mengklaim dia tidak akan bisa melakukan sesuatu yang telah dilakukan seorang pria.

Ini membuktikan kepada diri mereka sendiri dan kepada dunia bahwa wanita dapat melakukan hal yang tampaknya mustahil.

Tulisan ini kami translate dari artikel di Jalopnik. Artikel aslinya bisa dibaca di link ini: