03/05/2025
Indonesia Folding Bike (IDFB)

Indonesia Folding Bike (IDFB), wadah "rumah besar" para pencinta sepeda lipat Indonesia (foto: Dok. IDFB)

Gowesku.com – Siapa sangka, berawal dari sebuah percakapan di mailing list pada era tahun 2000, bisa tumbuh menjadi komunitas nasional yang kini menaungi puluhan ribu pecinta sepeda lipat di Indonesia. Indonesia Folding Bike (IDFB) atau Id-folding, yang lahir pada 11 Maret 2007, lahir dari sekelompok kecil pengguna sepeda lipat yang mencoba menembus dominasi sepeda gunung saat itu.

Di awal tahun 2000, sepeda lipat terbilang belum lazim digunakan. Bahkan, tak jarang penggunanya mendapat cibiran lantaran bentuknya yang kecil dan kerap dianggap sepeda anak-anak. Toko-toko sepeda pun belum ada yang menawarkan sepeda model lipat lantaran kerap dikaitkan dengan sepeda anak ketimbang sepeda orang dewasa.

Namun uniknya, gaya berpakaian mereka tak seperti pesepeda pada umumnya yang tampil mengenakan jersey kebesarannya. Penggemar sepeda lipat terlihat lebih kasual, dan lebih membaur dengan kehidupan kota.

Di tengah situasi tersebut, mereka percaya bahwa sepeda lipat punya masa depan. Sepeda model ini memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh jenis sepeda lainnya, yaitu praktis, ringkas, dan mudah dibawa ke mana-mana. Seiring waktu, sepeda lipat cepat popular hingga seantero negeri.

Kehadiran IDFB

Azwar Hadi Kusuma
Founder IDFB Azwar Hadi Kusuma (Foto: FB)

Founder sekaligus Pendiri Indonesia Folding Bike (IDFB) Azwar Hadi Kusuma atau akrab dipanggil “Om Bugs” mengatakan, wadah ini hadir sebagai ruang pertemuan bagi para pengguna sepeda lipat. Meski awalnya hanya beranggotakan 10-20 orang, seiring waktu, wadah ini memunculkan rastusan komunitas sepeda lipat di berbagai daerah di Indonesia.

“Kami memang beda sendiri waktu itu. Tapi kami percaya, sepeda lipat bukan sekadar tren, tapi sudah menjadi alat transportasi alternatif  yang dapat menunjang aktivitas sehari-hari,” kata Om Bugs saat berbincang dengan Gowesku.com, Rabu (30/4/2025).

Menurut Om Bugs, IDFB bukan organisasi formal karena tidak ada komitmen tertentu, seperti uang iuran, kartu anggota, atau kewajiban khusus lainnya. Untuk menjadi anggota IDFB, satu-satunya syarat adalah memiliki sepeda lipat dan ikut meramaikan berbagai kegiatan IDFB dan event komunitas ini. Faktor inilah menjadi pemicu kekompakan dan kuatnya rasa persaudaraan yang tumbuh diantara anggotanya.

Kini, IDFB terus melaju. Dengan periode kepengurusan yang berlangsung lima tahun sekali dan forum nasional sebagai sarana memilih ketua baru, komunitas ini tetap hidup dan bergerak. Salah satu pencapaian penting adalah terpilihnya Purwanti—atau lebih dikenal sebagai Tante Ipung—sebagai ketua perempuan pertama IDFB untuk periode 2021–2025.

Lebih dari satu dekade, IDFB sudah membuktikan bahwa komunitas yang lahir dari semangat gotong royong tumbuh menjadi wadah yang menyatukan ribuan orang dari latar belakang berbeda. Karena bagi mereka, sepeda lipat bukan hanya alat transportasi—ia adalah simbol persaudaraan, dan perjalanan bersama.

“Aktivitas gowes bareng (gobar) menjadi perekat, dan semangat silaturahmi menjadikan IDFB lebih dari sekadar komunitas sepeda—melainkan “rumah besar” bagi siapa pun yang jatuh cinta pada sepeda lipat,” ujar Om Bugs.

Tercatat, di ruang digital media sosial, akun Facebook IDFB diikuti oleh lebih dari 66 ribu anggota, dan Instagram telah menjangkau lebih dari 15 ribu pengikut. Lewat platform ini, informasi kegiatan, agenda nasional, dan inspirasi harian dibagikan secara rutin.

Jamselinas: Ajang Silaturahmi Pecinta Sepeda Lipat

Kegiatan Jamselinas 13 Malang, Jawa Timur
Kegiatan Jamselinas 13 Malang, Jawa Timur (Foto: IG IDFB)

Ketika komunitas di berbagai kota mulai tumbuh, semangat untuk bertemu dan saling mengenal diantara komunitas semakin menguat. Pada 2011, IDFB menggelar Jambore Sepeda Lipat Nasional (Jamselinas) pertama di Jakarta. Sejak itu, acara tahunan ini menjadi ikon silaturahmi antar pengguna sepeda lipat dari seluruh Indonesia, bahkan anggotanya sampai ke luar negeri, seperti Malaysia dan Singapura.

Uniknya, pelaksanaan Jamselinas diserahkan sepenuhnya ke panitia lokal di kota penyelenggara. Tidak ada struktur chapter atau perwakilan resmi dari IDFB di setiap wilayah, karena semangatnya adalah kesetaraan.

“Untuk penyelenggaraan Jamselinas, kita serahkan kepada masing-masing komunitas di daerah. Merekalah yang menentukan segala sesuatunya, mulai dari konsep acara, kuota peserta, hingga acara pendukung lainnya,” terang Om Bugs.

Kini Jamselinas telah menjadi salah satu acara yang dinantikan setiap tahunnya oleh komunitas sepeda lipat seantero negeri. Pada akhir tahun lalu, event ini diadakan di Kota Malang, Jawa Timur, dihadiri lebih dari 4.000 peserta dari seluruh Indonesia.

Jamselinas dikenal sebagai ajang yang menyatukan para penggemar sepeda lipat dari berbagai daerah, event tahunan ini tidak hanya sekadar sebuah event, tetapi juga simbol persaudaraan dan kekompakan dalam komunitas yang tumbuh pesat ini.(*)

Tinggalkan Balasan